Fermentasi Pada Singkong

Fermentasi singkong merupakan teknologi tradisional dan konvensional yang sering kita jumpai di negara tropis, walaupun ada perbedaan beberapa karakteristik berdasarkan kondisi sosial budaya dan wilayah. Beberapa makanan berkelas dunia hasil fermantasi singkong yaitu: gari dari Afrika Timur dan Barat, chikwangue atau fufu dari Afrika Tengah, dan sour starch  dari Amerika Latin. Dalam pembuatan gari, pengasaman laktat pada singkong terjadi sangat cepat dan detosifikasi terkadang tidak sempurna. Pengontrolan saat inokulasi dapat meningkatkan kualitas. Pada fufu atau chikwangue, penambahan air pada proses pembuatan makanan ini akan mempengaruhi tekstur dan proses detoksifikasinya.

http://ramuankunoku.blogspot.co.id/
Fermentasi Pada Singkong

Fermentasi asam laktat pada chikwangue termasuk jenis fermentasi heterolactic. Dalam aplikasinya fermentasi ini kan berasosiasi dengan alkhohol sekunder. Dalam kondisi ini anaerob akan menghasilkan alkhohol dan asam organik seperti asam butirat, asam asetat, dan asam propionat, yang memiliki aroma yang spesifik. Sedangkan gari dan sours starch termasuk fermentasi homolactic, yang membutuhkan waktu 3 sampai 4 minggu dalam proses pembuatannya.

Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa bakteri asam laktat yang memiliki kemampuan amilolitik berhasil diisolasi dari produk fermentasi singkong seperti Lactobacillus plantarum A6. Selain itu makanan hasil fermentasi singkong dapat mengurangi resiko gangguan pencernakan pada anak.

Fermentasi Pada Singkong Padat dan Produk Tepungnya
ORSTOM telah melakukan penelitian selama 15 tahun mengenai proses fermentasi solid-state untuk meningkatkan jumlah protein pada singkong, kentang, dan pisang serta produk penghasil tepung lainnya sebagai bahan pangan untuk hewan. Mereka menggunakan Aspergillus untuk mengubah tepung dan garam mineral menjadi protein fungi. Hasilnya ternyata kandungan protein dalam produk hasil fermentasi menjadi meningkat. Pada singkong yang difermentasi mengandung protein sebanyak 18 - 20 %.

Kemudian OSTORM melakukan penelitian kembali dan menemukan bahwa Rhizopus dapat digunakan untuk fermentasi makanan. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui efek memasak singkong terlebih dahulu sebelum dilakukan proses fermentasi terhadap kandungan tepung, protein dan kecepatan pengolahan tepung menjadi protein. Ternyata fungi ini mampu meningkatkan jumlah kandungan protein yang terdapat pada singkong melalui proses fermentasi singkong mentah (tanpa dimasak). Protein yang terkandung dalam singkong meningkat dari 1,68% menjadi 10,89% setelah di fermentasi.

Pada pengaruh perlakuan terhadap singkong yang dimasak dengan singkong mentah dan perbedaan kultur pertumbuhan serta amilase dari berbagai strain Rhizopus oryzae yang ditumbuhkan pada tepung singkong menunjukkan bahwa biosintetis amilase pada kultur solid menghasilkan glukoamilase 10 - 15 kali lebih banyak dari pada kultur cair dan juga lebih banyak pada singkong yang masih mentah dibandingkan singkong yang sudah dimasak.

Penelitian selanjutnya dilakukan untuk mengetahui lebih jauh lagi mengenai strain Rhizopus yang lebih spesifik untuk digunakan dalam fermentasi. Tepung singkong mentah yang digunakan dalam penelitian harus steril dan tidak mengandung bakteri ataupun fungi serta mengalami proses gelatinisasi yang rendah. Pengukuran kadar gelatinisasi dilakukan dengan mengadopsi metode dari Wotton et.al dan ternyata koefisien kolerasi pada kurva kalibrasinya menunjukkan yang baik. Pada perlakuan pengaruh temperatur dan microwaves terhadap gelatinisasi pati dari tepung singkong menjelaskan bahwa penggunaan perlakuan pemanasan dan microwaves membuat kandungan air dalam tepung singkong menjadi rendah, sehingga gelatinisasi juga menjadi rendah. Selain itu pemanasan tersebut juga mengurangi kandungan mikroflora alami yang terdapat pada tepung mentah yaitu dari 10 pangkat 9 bakteri/gram menjadi 10 pangkat 3 bakteri/gram setelah pemanasan selama 30 menit pada suhu 90 derajad celcius. Sehingga dengan kondisi tersebut, tepung singkong dapat digunakan untuk penelitian di laboratorium.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu mka jumlah bakteri semakin berkurang. Tepung singkong tersebut kemudian digunakan sebagi subtrat solid untuk menghitung jumlah Rhizopus serta untuk membandingkan kemampuan strain-strain terpilih untuk tumbuh pada tepung singkong mentah atau yang sudah tergelatinisasi. Sehingga dapat diketahui strain manakah yang paling baik untuk prose fermentasi.

Fermentasi Asam Laktat Dari Singkong
Fermentasi asam laktat sangat penting untuk berbagai makanan fermentasi, pakan ternak, dan pengolahan hasil samping agroindustri, karena mampu mencegah mikroorganisme yang tidak diinginkan, baik parasit, saprofit, patogen, dan lain-lain.

Di Negara tropis, fermentasi laktat tidak hanya berperan dalam transformasi makanan berpati seperti singkong, tetapi juga transformasi dan konsevasi makanan lain, ikan, dan produk sampingnya. Ada dua jenis fermentasi laktat yang ditemukan:
1. Homolactic, ketika lebih dari 80% asam dan metabolit terdiri dari asam laktat.
2. Heterolactic, ketika konsentrasi asam asetat, asam propianate, dan ethanol lebih signifikan, dan asam laktat hanya sekitar 50% - 80% dari seluruh asam.

Bakteri Laktat memproduksi 2 jenis laktat: L(+) dan D(-). Hanya L(+) yang dapat diasimilasi oleh manusia. Studi sebelumnya menemukan bahwa selama program EU-STD2 pada tahun 1988-1991 (Raimbault, 1992) terdiri dari pengembangan makanan fermentasi tradisional dari singkong di Afrika dan Amerika Latin. Ada 3 jenis makanan tradisional yang dipertimbangkan yaitu gari, chikwangue, dan  sour starch.

Proses pembuatan asam laktat adalah sebagai berikut:
Bakteri Laktat amilolitik diisolasi dari tapai. Strain pertama yaitu Lactobacillus plantarum diketahui memiliki daya amilolitik yang tinggi. Bakteri ini kemudian digunakan sebagai uji antibakteri pada beberapa makanan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bakteri ini ternyata mampu menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri patogen pada makanan seperti Salmonela, shigella, dan Escherichia coli. Bakteri tersebut biasanya tumbuh dengan cepat pada saat musim hujan dan pada makanan yang tidak higienis.

Fermentasi laktat pada makanan tradisional dapat mereduksi bakteri patogen dari 10 pangkat 8 menjadi 10 pangkat 3. Penulis yang sama juga menemukan adanya hubungan yang signifikan antara daya tahan anak terhadap diare dengan mengkonsumsi bubur asam (mungkin sejenis susu fermentasi).

Fermentasi Alkhohol Dari Singkong dan Bahan Pangan Berpati
Singkong merupakan bahan baku penghasil etanol yang potensial, karena dapat menghasilkan etanol dalam jumlah besar dengan biaya  yang relatif lebih murah. Namun aplikasi industri singkong untuk produksi etanol belum begitu signifikan. Hal ini disebabkan beberapa faktor, diantaranya hasil budidaya singkong relatif sedikit sedangkan singkong dapat dimanfaatkan menjadi produk lain yang lebih komersil. Terutama jika dibandingkan dengan ampas tebu (Bagasse) yang dihasilkan dari pengolahan tebu, bagasse yang merupakan limbah tersedia dalam jumlah yang besar sehingga dapat dijadikan sumber penghasilan energi yang lebih potensial. Selain itu, pengolahan pati singkong menjadi etanol memerlukan biaya yang cukup tinggi, karena pati singkong perlu dihidrolisis menjadi gula sederhana sebelum dilakukan pengolahan menjadi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae.

Untuk menjadikan Singkong sebagai sumber energi yang ekonomis, biaya produksi perlu dikurangi. Solid-state fermentation (Fermentasi Media Padat) merupakan salah satu metode sederhana yang dapat mengurangi biaya produksi dengan menggunakan yeast amilolitik sehingga proses hidrolisis tidak diperlukan.

Pada tahun 1992 di laboratorium ORSTOM, Saucedo dan kawan-kawan mengembangkan suatu proses dengan kultur yeast amilolitik (Schwanniomyces castelli) yang solid (Gambar 1). Keuntungan utama dari teknik ini adalah perbaikan mutu etanol secara terus-menerus dalam kondensor pendingin. Gas yang dihasilkan dalam reaktor dipompa keluar terus-menerus sehingga tidak tercampur lagi pada media, dan mengurangi efek toksik pada metabolisme yeast. Hasil yang diperoleh dari penelitian Saucedo dan kawan-kawan cukup menjanjikan, namun teknologi dan kelayakan proses untuk operasi komersial masih perlu penelitian lebih lanjut.

http://ramuankunoku.blogspot.co.id/
Gambar 1. Proses pembuatan etanol

Tabel dibawah ini menunjukkan hasil penelitian pengolahan etanol dari singkong dengan beberapa jenis proses dan jenis yeast yang digunakan. Rhizopus koji dan Schwanniomyces castelli menunjukkan hasil yang potensial dan patut dipertimbangkan untuk pembuatan etanol menggunakan yeast amilolitik dengan metode Fermentasi Media Padat.

http://ramuankunoku.blogspot.co.id/
Tabel 1. Tabel Pengolahan Etanol

Simpulan
Pendekatan yang digunakan dalam pengolahan pati Singkong dan tepung adalah fermentasi Solid-state dan fermentasi asam laktat. Pendekatan pertama lebih menarik karena prosesnya lebih sederhana dan biaya lebih murah, dan volume reaktornya yang besar. Kedua yeast Rhizopus dan Schwanniomyces (atau amilolitik lain) dapat digunakan untuk kultivasi pada solid-state. Reaktor yang digunakan ada tiga fase yaitu: fase solid, fase liquid, dan gas.

Pada fermentasi asam laktat, digunakan bakteri amilolitik sebagai control pada saat penyampuran dan membuat komposisi starter. Peran bakteri ini juga sangat menarik. Pada akhirnya kita mempelajari mikroorganisme yang mampu mendegradasi pati singkong asli tanpa gelatinisasi yang biasanya terbentuk secara alami saat proses biodegradasi. Selain itu kita juga mempelajari kemampuan amilolitik dari Rhizopus, yeast, dan bakteri asam laktat.